Topi Merah Jambu Buat Bapak

Sampah-sampah kota berserakan, berbaring di hamparan tanah lapang. Pameran alami ini sama sekali tak mengundang minat orang yang lalu lalang di sekitarnya, bahkan untuk sekedar meliriknya.  Ah, lumrah, begitu pikir mereka. Tetapi tidak bagi pemilik sepasang bola mata bening yang tengah menerawang jauh di ujung jalan setapak. Tidak lebih dari 10 meter dari situ, dia berdiri tepat di bawah pohon yang tinggal ranting dan dahan. Pohon satu-satunya yang menjadi penghias area Tempat Pembuangan Sampah. Bukan, lebih tepatnya Tempat Pengumpulan Sampah. Senyuman manis tersimpul di wajah bocah ayu itu. Oh Tuhan, begitu cepatnya sampah-sampah itu menggunung lagi, ucapnya dalam hati.

Perlahan dia merogoh saku bajunya yang kusut. Lima ribu. Hanya selembar kertas warna coklat itu yang didapatnya dari seharian memulung sampah di pinggiran kota Jakarta. Akhir-akhir ini para eksekutif sampah hanya mau membeli rosok-rosok itu di bawah harga standar. Ya mau bagaimana lagi. Pemerintah saja masih bingung dengan langkah apa yang harus dilakukan untuk menyulap sampah-sampah itu menjadi barang yang bisa mendatangkan uang. Lalu, apa yang bisa dilakukan rakyatnya? Satu pertanyaan besar yang tak mungkin akan terjawab oleh bocah cilik seumuran dia. Sejenak bocah cilik itu diam. Sekonyong-konyong dia memanjat pohon, matanya, menjelajahi samudera sampah yang begitu menakjubkan. Aha! Dia berteriak girang. Indera penglihatannya menangkap sesosok benda berwarna merah jambu yang terletak hanya sekitar 2 meter dari posisinya sekarang. Sigap, ia turun dari pohon dan langsung berlari. Terkadang ia harus melakukan lompatan-lompatan kecil untuk melewati gundukan pecahan botol-botol agar kakinya tak terluka. Hup! Lompatan kecil terakhirnya berhasil mendarat dengan lancar. Dipungutnya benda itu. Ups, ternyata benda cantik itu adalah topi. Topi merah jambu yang bertali merah darah dengan -warna yang sudah pudar di sana-sini. Alhamdulillah, ucapan syukur terlontar dari bibir mungilnya.

Tangan kiri bocah kecil itu memegang topi, sementara yang kanan menepuk-tepuk debu yang menempel di atasnya, Dengan mantap, ia mengenakan topi itu di kepalanya sambil berkaca di bongkahan botol yang tergeletak di hadapannya. Cantik, pujinya dalam hati.

Sesampainya di rumah, bocah cilik itu tidak mau menanggalkan topinya sedetik pun. Bahkan saat dia merebus ubi di atas tungku perapian. Dia abru sadar saat suara bass yang serak di balik pintu memanggil-panggil namanya. “Kana, bapak wes mulih, Nduk,” teriak suara laki-laki yang baru saja memasuki rumah. Laki-laki setengah baya itu meletakkan keranjang sampah yang terbuat dari rotan di belakang pintu. Kana, bocah cilik itu segera menyembunyikan topi merah jambunya di bawah dipan. Dia berjalan dengan santai menghampiri sang bapak dengan secangkir kopi pahit yang sudah siap di tangannya.

“Loh, kok Bapak sudah pulang? Ini kopi buat Bapak.“ ucap Kana sambil menyuguhkan kopi di atas meja. Kana duduk di sebelah Bapak, menundukkan badannya untuk mencium tangan Bapak.

“Hari ini sepi, Nduk. Badan Bapak nggeregesi pisan. “ Bapak menyeruput kopi sebentar lalu merebahkan tubuhnya di atas dipan. Kana mendengar desah nafas panjang yang keluar dari helaan nafas Bapak. Kana berpaling menuju dapur. Langkahnya terasa berat melihat kondisi Bapak yang semakin kurus.

Kana menyajikan sepiring ubi rebus sebagai teman kopi di atas meja. Dia lalu menghampiri Bapak untuk memijat lengannya sambil menyanyikan tembang kesayangannya, Suwe Ora Jamu. Bapak yang merasa lelah langsung terlelap dalam buaian Kana. Setelah Bapak tertidur, Kana mengambil topi merah jambunya. “Besok adalah hari Bapak ulang tahun. Aku ingin member kado untuk Bapak,” pelan Kana bergumam sendiri.

Kana mencari kaleng di atas lemari. Ia mengambil seutas benang dan jarum. Ia mulai menyulam nama Bapak, mengawali dari huruf S, lalu A, lalu B, A lagi dan yang terakhir adalah R. meski sulamannya kurang bagus, tapi lumayan lah untuk anak seumuran 10 tahun seperti dirinya. Setelah selesai, Kana meletakkan toip merah jambu itu di atas sajadah hijau Bapak. Ia lalu mengambil sebuah pena dan mulai menulis di atas secarik kertas. Kalimat terakhirnya pun sukses tergores. Lalu, Kana melipat kertas dengan rapi dan menyandingkannya di dekat topi.

***

Malam hari Bapak terbangun untuk sholat. Selesai membasuh muka dengan air wudlu, Bapak mengambil sarung di lemari. Terkejut, ia melihat topi merah jambu di atas sajadahnya. Tapi pandangannya terfokus pada kertas berbentuk persegi yang ada di sisinya. Pelan dia membuka kertas dengan hati-hati. Tulisan tangan yang agak acak-acakan mulai terkuak dan setelah terbaca dengan utuh, kalimatnya berbunyi:

                         Bapak, selamat ulang tahun.

                         Semoga Allah selalu mencurahkan kasih sayangNya untuk Bapak.

                         Maafkan Kana ya, Pak. Cuma ini yang bisa Kana beri untuk Bapak.

                                                                                                                          Kana

Butiran air mata menetes dari pelupuk mata Bapak. Tubuhnya terasa gemetar, aliran darahnya berdesir saat mengeja kata demi kata yang tergores di kertas itu. Tak hanya sekali atau dua, dia membaca kertas itu berulang-ulang hingga dia hapal dengan isi surat itu. Ibarat sebuah mantra yang mampu memberikan kekuatan batin baginya dan membengkitkan gairah hidupnya yang hampir padam. Rasa ngegeregesi yang tadi menyergap tubuhnya kini lenyap sudah, Ya Allah, terima kasih atas mukijizatMu yang Engkau amanahkan kepadaku. Gadis kecilku, Kana, semoga Allah selalu menjagamu dalam genggaman kasihNya yang tiada tara. Nyanyian malam yang merdu membenamkannya dalam munajat cinta pada Sang Pencipta.

***

Burung-burung nuri yang cantik bernyanyian riang di dahan pohon,Embun pagi berbaris rapi di selembar helai daunt alas, berebut naik turun sambil turut bergoyang mengiringi dendang lagu si brurung-burung nuri. Kana pun menyambut senandung pagi itu dengan nyanyian kesukaannya, Suwe Ora Jamu seolah tak ingin kalah dengan burng-burung itu. Langka kakinya ringan menjemput keberuntungan yang akan didapatkannya hari ini. “Ya Allah, beri aku rezeki yang banyak ya hari ini. Aku ingin memberi Bapak topi baru yang lebih bagus daripada topi merah jambu yang kemarin.” Kana berteriak lantang sambil menengadahkan kepalanya di hadapan langit biru yang cerah.

“Kana,,,,Kana! Tunggu aku,“ suara keras tengah menyeru namanya dari balik pohon. Parmin, sahabat senasib sepenanggungan terbaiknya yang selalu setia menemaninya berpetualang menjelajahi sampah, berlari ngos-ngosan menyusulnya.

“Min, nanti sore temani aku pergi beli topi ya. Kau kan tahu pasar mana yang biasanya jual topi-topi murah,” ucap Kana sambil berjalan mengiringi langkah Parmin.

“Siap tuan putri Kana, hamba akan mengantarkan tuan putrid kemana pun putrid mau…..” goda Parmin dengan langkahnya yang sok.

Kana hanya berlalu tanpa menghiraukan godaan Parmin. Dia hanya membalasnya dengan senyuman manis di yang tersimpul di bibirnya.

***

“Min, hari ini aku dapat sepuluh ribu. Cukup kan buat beli topi buat Bapak?” tanya Kana pada Parmin.

“Haha, Kana. Uang segitu mah kebanyakan. Wong kita kan beli topinya di pasar, bukan di mall.” tukas Parmin dengan logat Jawanya yang medhok. Parmin lantas menarik tangan Kana dan berlarian menuju pasar. Tiba-tiba Parmin mengerem langkah dan dug, Kana jatuh menabraknya.

“Aduh, Parmin. Kalau mau berhenti bilang-bilang dong. Kepalaku jadi pusing kepentok kepalamu.” Parmin bukannya menjawab, dia malah menundukkan tubuhnya hingga jongkok di sisi sebuah kaleng lapuk yang karatan. Kana bingung. “Min, kau sedang apa sih?”. Lagi-lagi Parmin diam dan malah menyuruh Kana untuk ikut diam.

“Ssst, lihat Kana apa yang kita temukan.“ Parmin mulai berdiri, sambil tangan kanannya melambaikan selembar kertas uang berwarna merah. Wajahnya begitu girang. “Seratus ribu, Kana. Seratus ribu,..!!!” Kana hanya mematung terdiam, hanya air matanya yang mengalir di pipinya yang menjadi jawaban.

Kana dan Parmin pulang membawa bontotan yang berat. Beras, kopi, minyak, gula, susu, telor, baju dan tak ketinggalan topi baru buat Bapak. Mereka memanggulnya dengan sebuah kayu panjang yang entah ditemukan dimana. Matahari yang hendak bergegas ke peraduan membuat senja hari itu terlihat makin indah dan cantik. Setidaknya bagi Parmin dan utamanya, bagi Kana

***

Segerombolan orang tengah ramai mengelilingi sesosok tubuh yang terbaring di tanah. Tampak seorang pemuida sedang berusaha menekan-tekan dada pada tubuh itu. Sia-sia. Nafas yang menjadi signal kehidupan yang ada di tubuh itu telah terhenti, detak jantungnya pun telah sunyi. Beberapa orang yang memakai seragam polisi mendekat pada tubuh itu. Seorang wartawati muda tengah sibuk menggoyangkan pena di atas secarik kertas, menuliskan jawaban dari seorang nenek yang mungkin adalah saksi.

“Ya Mbak, walaupun saya ini sudah tua, tapi saya masih bisa melihat dengan jelas kalau Bapak itu tadi ingin menangkap sesuatu, saya kurang lihat tadi Mbak. Pokoknya ada barangnya yang kabur tertiup angin. Eh, dia malah jatuh ke sungai, Mbak.” Nenek itu coba bercerita dengan tenang, meski sebenarnya dia berusaha menyembunyikan ketakutannya melihat polisi-polisi yang berseragam itu mulai datang menghampirinya.

Kana dan Parmin yang tengah lewat gerombolan itu pun berhenti. Mereka mencoba menerobos kumpulan manusia itu karena penasaran. Detik selanjutnya, barulah tenggorokan Kana serasa tercekat. Kakinya menjadi lemas hingga tak mampu menopang tubuhnya untuk berdiri. Topi merah jambu yang dipeluk oleh mayat itu sangat dikenalnya. Air mata Kana mengucur deras mengiringi senyuman yang menghiasi wajah laki-laki di hadapannya, seolah senyuman itu ingin memberikan penghiburan, “Jangan bersedih, Kana” padanya. Pandangan mata Kana pun menjadi gelap, segelap mendung hitam yang kini mulai menggelayuti kehidupan yang akan dijalaninya sendirian.

*Ngegeregesi     : meriang

Notes: Cerpen ini merupakan karya yang pertama kali saya buat untuk memenuhi tugas mengarang ketika SMA. Salah satu karya favorit di catatan facebook karena banyak yang berkomentar atau sekedar nge-like.

 

Siap Jadi Ibu, Ya Kudu Siap ASI dulu

Sepertinya judul di atas layak buat jadi sindirian untuk diri saya sendiri (dan mungkin calon ibu yang lain) yang belum tau apa-apa tentang ASI dan menyusui. Walaupun sudah ‘berguru’ ke dokter laktasi awal bulan ini, tapi rasanya tak cukup membuat saya jadi cerdas ASI (ah, ini term yang terlalu berlebihan,,, Hehehe), Ya, setidaknya saya bisa ‘paham’ ASI (sedikit…. hihihi). Pulang ‘berguru’, saya masih belum paham juga jadi saya berselancar bersama Mbah Google dan kemudian menemukan profile dari dokter laktasi yang saya kunjungi watu itu. Beliau bernama dr Maharani Bayu. Profile lengkapnya bisa diintip di drmaharanibayu.wordpress.com (mohon ijin sharing ya dok ^_^). Dari blog dr Rani, saya akhirnya tau bahwa beliau membuat sebuah buku tentang ASI, judulnya “Pintar ASI dan Menyusui”. Tak berlama-lama, saya langsung screenshoot cover buku itu ke suami dan jreng jreng, dua pekan setelahnya buku itu menjadi kejutan yang dihadiahkan suami untuk istri tercintanya yang kepo ini….(Hihihi ^_^).

Dalam buku itu, dr Rani membagi informasi tentang kondisi ibu pra-persalinan dan awal kelahiran, saat ibu menyusui, MPASi dan tips untuk ibu bekerja sekaligus masalah-masalah seputar menyusui. Meskipun belum semua halaman di buku itu saya baca, tapi saya ingin berbagi sedikit informasi agar bumil-bumil lainnya yang sedang menunggu kelahiran sang buah hati bisa mempersiapkan diri to be great mother with ASI. Jadi sedikit ‘bocoran’ informasi ini semoga bisa membantu para bumil untuk mencari ilmu yang lebih lengkap dan akurat tentang ASI.

Dulu ada teman yang bercerita bahwa dia tidak bisa memberikan ASI eksklusif pada bayinya karena (maaf) puting PD-nya kurang sempurna. Padahal ternyata setiap wanita yang bisa hamil pasti bisa menyusui, tidak terpengaruh bagaimana bentuk dan ukuran PD. Menurut ilmu fisiologi manusia, laktogenesis (pembentukan ASI) tahap I terjadi sejak kehamilan berusia 20 minggu. Nah, yang paling fatal adalah selama ini anggapan saya bahwa menyusui adalah lidah yang mengisap puting ternyata SALAH TOTAL. Yang benar, menyusui adalah gerakan lidah memerah Areola (bagian berwarna hitam di atas puting PD). Lalu, laktogenesis tahap II akan terjadi ketika bayi lahir hingga bayi berusia 72 jam (ingat ya, hitungannya dalam jam, bukan dalam 3 hari!!!). Ini adalah periode yang sangat kritis dan krusial bagi ibu dan bayi. Ada 3 hal yang harus dilakukan pada masa ini yang akan menjadi awal kesuksesan program ibu untuk menyusui bayi secara eksklusif. Pertama, kontak skin to skin antara ibu dan bayi secara langsung, tanpa alas pakaian, tanpa penghalang. Kedua, bayi harus disusui dengan perlekatan yang benar agar merangsang PD ibu dapat memproduksi dan mengalirkan ASI. Selanjutnya, susui bayi setidaknya 2 jam sekali selama 15-30 menit/menyusui.

Lalu gimana ya kalau dalam 3 hari itu ASI masih bersembunyi dan belum mau keluar? Tenang moms, Allah Maha besar Lagi Maha Pemurah karena ternyata bayi sudah dibekali dengan lemak coklat dalam tubuhnya yang akan membantu metabolisme selama 3 hari awal kehidupannya. Hebatnya lagi, bayi tercukupi kebutuhannya terhadap ASI dalam 1-2 tetes saja pada 3 hari pertama itu karena lambungnya hanya berukuran <5 cc.

Nah, gimana para bumil dan moms, semoga tidak gagal paham ya tentang ASI. Buat yang masih penasaran sama ASI, baca buku-buku tentang ASI, sering-sering berkonsultasi dengan dokter/bidan, dan jangan lupa ajak suami dan orang-orang terdekat kita untuk belajar dan bergabung bersama menjadi pejuang-pejuang ASI agar dapat memberikan nutrisi yang optimal untuk buah hati.

Mari “bercocok tanam” ala Pak Tani!

Tak terasa sudah 58 hari menjalani kehidupan indah menjadi seorang istri. Yang mengejutkan, dalam kurun 7 pekan ini Allah menambahkan karuniaNya dengan memberikan saya kesempatan menjadi ‘calon ibu’. Hehehe.. Alhamdulillah, bahagia banget rasanya. Terlebih saat periksa ke dokter kandungan terus liat hasil USG si junior, hmmmm Subhanallah, amazing banget.

Awalnya memang sedikit cemas karena ini awal pertama saya periksa ke dokter kandungan. Sebelumnya kami hanya periksa ke klinik. Lokasinya dekat dengan kosan suami, di Karet Belakang. Disana saya hanya diperiksa berat badan, tensi dan lingkar lengan atas. Setelahnya baru bertemu dengan bidan muda yang hanya meraba-raba perut dan memberikan sedikit penjelasan tentang makanan dan minuman yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh bumil. Sama seperti yang pernah saya browsing di mbah Google kalau bumil harus menghindari makanan pedas dan asam, contohnya buah nanas, tape, dll. Konsultasi hanya berlangsung kurang lebih 15 menit dan kami diberi ‘oleh-oleh’ berupa buku pemeriksaan kehamilan berwarna pink dan suplemen berupa tablet asam folat dan 1 lagi saya kurang tau berbentuk kapsul tanpa merk. Kami dijadwalkan untuk USG dan periksa ke dokter kandungan 1 bulan kemudian, tepatnya hari ini jam 4 sore. Total biaya saat itu sekitar 88rb.

Nah, singkat cerita, karena kami pindah kontrakan ke daerah Kukusan Beji Depok, jadi kami memutuskan untuk pindah haluan ke dokter yang lebih dekat. Setelah pusing browsing dan tanya sana sini tentang dokter kandungan yang recommended ke teman yang pernah/sedang hamil, kami memutuskan untuk ke dr. Winur Widijanti, SpOG (K) di RSIA Aulia. Untuk bisa periksa ke beliau harus buat janji dulu by phoned 1 pekan sebelumnya. Alhamdulillah, kami dapat jadwal Senin lalu, 16 Februari 2015. Pasien harus datang sendiri untuk mengambil no antrian mulai pukul 16.30 di loket pendaftaran dan jadwal praktek dokternya mulai jam 17.00-20.00 wib.

Sepulang dari kantor saya langsung menuju ke RSIA Aulia di Jalan Jeruk Raya No.15 Rt.011 Rw 01Jagakarsa Jaksel. Dari stasiun UI saya naik ojek kesana karena waktunya sudah mepet dengan jam buka pendaftaran. Setelah tanya2 lokasinya karena si Bapak Ojek ternyata juga tidak tau (padahal sebelumnya si Bapak bilang, “Iya mbak, saya tahu tempatnya”), saya baru tiba disana jam 16.45 dan dapat no antrian 7. Based on info yang saya dapat di beberapa blog bumil yang pernah ke dr Winur, rata-rata pemeriksaan pasien selama 30-45 menit. Wah, bisa lama dong. Apalagi bu dokternya baru datang sekitar pukul 18.00.

Alhamdulillah, ternyata keenam pasien sebelum saya semuanya pasien lama sehingga pemeriksaan berlangsung cepat. Nama saya dipanggil sekitar jam 8 kurang. Bu dokter mengawali dengan pertanyaan seputar riwayat kehamilan saya. Awalnya saya pikir beliau agak galak, tapi setelah ngobrol lebih panjang ternyata beliau ramah dan sangat gamblang menjelaskan informasi kesehatan seputar kehamilan. Selang 10 menit mengobrol, dr Winur meminta saya berbaring untuk pemeriksaan USG. Surprised banget pas liat ada seberkas cahaya yang kelap kelip dan berirama di monitor USG. Ternyata junior kami sudah memiliki jantung yang sudah berdetak dengan kencang. Padahal selama ini saya belum merasakan apa-apa kecuali mual-mual, pusing atau begah di perut. Alhamdulillah, saya dan junior dinyatakan sehat jadi menurut beliau kami tinggal mengawal proses kehamilan dengan pola hidup yang sehat. Beliau memberikan edukasi yang cukup lengkap dan sangat informatif. Terasa seperti ikut kuliah biologi karena beliau menjelaskan dengan sistematis, mulai dari sel pada tubuh manusia, DNA, radikal bebas, komposisi gizi seimbang menurut WHO, hingga sistem bercocok tanam petani. Lho, kok sampai pertanian segala?

Ya, kehamilan itu ibarat bercocok tanam. Ada 4 hal yang mempengaruhi kualitas dari tanaman: pemilihan bibit yang unggul, lahan tanam yang bagus, pupuk yang berkualitas, dan pengairan yang memadai. Pemilihan bibit yang unggul dimulai dari pemilihan pasangan hidup. Sebelum menikah, pasangan perlu medical checkup untuk tahu kondisi kesehatan pembawa bibit nanti. Calon ayah dan ibu harus sehat dulu jadi kalau ternyata ditemukan sesuatu yang kurang sehat bisa disembuhkan dulu agar tidak membahayakan bibit yang akan dihasilkan. Lalu, lahan tanam yang dimaksud adalah kondisi rahim calon ibu, apakah sehat, kuat dan mampu untuk menjadi lahan tumbuh kembang janin. Faktor ketiga, yaitu pupuk yang berkualitas adalah asupan makanan dan minuman yang bumil konsumsi. Masukan dr Winur, saya harus diet makanan dan minuman instans. Apapun bentuknya, bukan hanya mie instan tapi juga camilan dan minuman instans, termasuk susu hamil. Lho, kok gitu? Bukannya susu hamil bagus ya untuk pertumbuhan janin? Meskipun ingin melontarkan pertanyaan itu, saya memilih diam dan mendengarkan penjelasan selanjutnya.

Bumil boleh minum susu untuk tambahan asupan asam folat dan kalsium, tapi yang baik adalah susu pasteurisasi, seperti UHT Ultra, Diamonds, etc. Semua makanan dan minuman instan mengandung bahan radikal bebas yang merusak DNA tubuh kita, seperti bahan pengawet, pemanis/perasa buatan, atau MSG. Selain bahan tersebut, nikotin, kafein, dan asap polusi juga bisa menyebabkan radikal bebas. Waduh, kalau begitu gimana ya nasib bumil-bumil yang pengen ngemil? Saya termasuk bumil yang mudah mual kalau perut sudah lapar, jadi selalu sedia camilan di rumah maupun kantor. Padahal camilan atau minuman yang berbentuk kemasan, misalnya biskuit, keripik, susu bubuk, softdrink dll ada zat-zat pengawet atau kimiawi lainnya. Muka saya langsung berkerut dan Bu dokter yang seakan tahu pertanyaan itu ada di otak saya, langsung bertanya, “trus Ibu kalau mau ngemil, makan apa hayo?”. Saya jawab, “Singkong rebus, bubur kacang ijo, dan ehmm, apalagi ya dok?”. Beliau hanya tersenyum simpul dan menjawab, “Jangan khawatir. Masih banyak makanan dan minuman di bumi ini yang masih bisa dikonsumsi, seperti jajanan pasar. Kan itu tidak instan, jadi minim bahan-bahan pengawet atau pemanis buatan”. Wow, saya makin terpesona dengan dr Winur. Beliau juga menjelaskan komposisi gizi seimbang menurut WHO dan contoh-contoh makanan dan minumannya (Kalau pengen tau detailnya, samperin ke Mbah Google aja ya… hehehe). Salah satu yang disarankan beliau adalah bumil banyak konsumsi kacang hijau karena kandungannya yang sangat bagus untuk kehamilan. Kacang hijau yang dikonsumsi baiknya dimasak sendiri, jangan beli yang instan. Di akhir penjelasan beliau, teori tentang pengairan terkait dengan jumlah asupan air putih yang harus dikonsumsi bumil, yaitu sekitar 12-14 gelas/hari atau 2 liter lebih (semoga saya tidak salah ingat.. hehe). Pesan beliau di akhir obrolan kami, bumil dan suami harus mengawal proses kehamilan dengan memperhatikan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Jadi tirulah perilaku Pak Tani yang rajin, mau bekerja keras, dan sabar demi kesehatan buah hati tercinta. Ah iya, satu lagi yang dipesan beliau bahwa agama mengajarkan manusia untuk menjadi makhluk yang berfikir dan berilmu, jadi jangan telan mentah-mentah informasi yang kita dapat, tapi berpikirlah kritis dalam menyerap informasi tersebut. Hamil memang banyak pantangan, tidak boleh makan dan minum sembarangan jadi kita harus jadi bumil yang cerdas dan kritis agar informasi yang dimiliki benar dan lengkap. Di akhir kunjungan, beliau memberi saya jadwal periksa selanjutnya dan bekal berupa suplemen organik.

Walaupun total biaya lumayan mahal (konsultasi sekitar 100rb, USG 75rb, suplemen 188rb, dan pendaftaran 20rb), saya sangat puas dengan penanganan dari dr Winur dan juga pelayanan staf RSIA Aulia. Semoga sharing ini bisa membantu para bumil yang ingin menerapkan hidup sehat. Yang belum dapat dokter atau ingin pindah dokter, dr Winur sangat recommended untuk ditemui. The last sentence untuk semua yang baca tulisan ini, yuk kita biasakan hidup sehat, karena sehat itu nikmat Allah yang tak tergantikan.

Ternyata bicara benar itu susah-susah gampang

Apa yang saya temui dalam sholat Tarawih malem ini benar-benar unik. Meskipun ini bukan pengalaman pertama bagi saya menyaksikan peristiwa serupa, tapi ada hal yang menarik yang terselip di dalamnya. Mungkin kawan-kawan sendiri juga pernah mengalami hal seperti saya ketika melaksanakan sholat berjamaah di masjid atau di mushola.

Tadi saya terlambat berangkat ke mushola karena wudlu yang sudah saya jaga setelah sholat Magrib batal menjelang muadzin mengumandangkan adzan isya. Alhasil saya sampai di mushola yang letaknya di depan kontrakan sehingga mendapatkan posisi sholat yang kurang nyaman. Seorang ibu ‘mengoprak-oprak’ saya untuk segera mengisi tempat yang kosong. Sementara saya sendiri merasa bingung, ‘Loh, si ibu (dan beberapa jamaah yang lain) bukannya sudah lebih dulu datang, kok tidak mengisi shaf-shaf yang depan sih?’.

Saya makin merasa bingung setelah menyadari bahwa shaf di depan saya (shaf ketiga terdepan) diisi oleh anak-anak kecil berjejeran. ‘Hmmm, ada yang keliru nih!’, batin saya. Saya jadi teringat tentang masa Tarawih ketika jaman SDA atau SMP (*lupa…. hehehe), Pak Ustadz di kampung pernah mengatakan jika shaf depan dalam berjamaah diisi oleh laki-laki, kemudian ibu-ibu atau perempuan dewasa baru perempuan remaja dan anak-anak. ‘Nah loh, berarti ini kebalik dong?’.

Saya tak sempat berpikir panjang untuk mencari jawaban atau solusinya karna imam sudah membaca takbiratul ihram. Saya akhirnya ‘mengalah’ pada keadaan dan mencoba ‘move on’ dengan segera mengikuti imam untuk menunaikan sholat Isya. Setelah raka’at terakhir saya jadi teringat kembali pada realita tentang kekesalan saya tadi. Ya, tadinya saya memang merasa bingung, tapi lama-lama jadi merasa kesal, bukan pada ibu-ibu tadi tapi kesal pada diri sendiri. ‘Kenapa saya yang sudah tau bahwa ada kekeliruan di depan mata, kok ternyata tidak cukup berani untuk menyatakan kebenaran untuk mengoreksinya?’. Dari sinilah saya berpikir, ‘Ya Allah, ternyata ber-amar ma’ruf nahi munkar itu susah-susah gampang ya’. Ternyata saya yang biasanya senang bicara tak cukup punya nyali untuk memberi tahu tentang anjuran merapikan dan merapatkan shaf ketika sholat berjamaah pada ibu-ibu tersebut. Tapi memang Allah Maha Mengetahui segala yang terjadi, bahkan ketika saya hanya menyimpannya di hati. Allah memberikan pertolongan pada saya. Tiba-tiba ada seorang Mbak-Mbak di shaf kedua terdepan mengundurkan diri dari barisan saat jamaah lain tengah sholat sunnah. ‘Alhamdulillah!!!’. Saya merasa bersyukur dan lega dapat mengisi shaf lebih depan untuk melakukan anjuran merapikan dan merapatkan shaf dalam sholat berjamaah.

Dari kisah itulah kenapa saya ingin menebus rasa syukur tersebut dengan menelusuri kembali keutamaan perintah melutuskan dan merapatkan shaf dan menuangkan pengalaman saya dalam tulisan ini. Semoga kawan-kawan dapat mengambil hikmah dari secuil kisah saya ini dan yang paling penting, kita bisa sama-sama belajar untuk menjaga sholat dan amalan-amalan kita dengan bekal ilmu di dalamnya. Karena Pak Ustadz sering mengingatkan kita bahwa iman tanpa ilmu akan kurang sempurna -‘nilainya’ di hadapanNya. Wallahu’alam bishowab.

*NB:
Penulis sedang dalam masa belajar dalam memaknai kehidupan. Hehehe ^^. Bila ada yang keliru atau kurang sempurna dari tulisan ini, mohon dimaafkan dan juga diberikan bimbingan agar penulis pun tidak ‘tersesat’ dalam pemahaman.

Terkait dengan link tentang perintah meluruskan dan merapatkan shaf dalam sholat berjamaah, sila dilihat di

Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpimu

IMG_24666859256186

Bismillah.

Ini adalah bagian dari mimpi. Mimpi tentang hidup, mimpi tentang cinta dan mimpi tentang cita-cita. Karena bagiku, mimpi-mimpi ini bukan saja inspirasi, tapi sebuah aktualisasi diri dan dedikasi untuk kehidupan yang sangat indah yang harus kita syukuri setiap harinya. ^-^

Apa yang membuatku menulis tentang mimpi sebagai first project di blog ini? Jawabannya sederhana, karena mimpilah yang mengawali aku membuat blog ini. Eits, tapi ini bukan sembarang mimpi ya. Jika kamu mengira aku membuat blog ini karena terbangun dari mimpi setelah tidur, dugaan kamu keliru. Aku memang baru saja terbangun dari tidur, tapi aku tak sempat bermimpi apa-apa. Mungkin karena tadi aku hanya terlelap selama 2 jam sehingga si bunga tidur itu tak sempat mampir dan mengusik tidurku. Aku terbangun karena cuaca gerah yang menyelimuti kamarku sehingga nyamuk-nyamuk nakal ini bergerilya menyerangku. Tiba-tiba gadget yang tergeletak di samping bantalku bergetar sehingga aku tergoda untuk menengoknya. Inilah awal mulanya muncul sebuah inspirasi aku untuk membuat blog ini. Ya, blog ini adalah salah satu jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Mimpi-mimpiku yang akan memuarakan aku pada tujuan hidupku menjadi pribadi yang menebar manfaat, bukan mudharat.

Aku ingin blog ini bisa menjadi inspirasi, aktualisasi diri dan dedikasi untukku dan untuk siapapun yang membaca blogku agar berani untuk bermimpi menggapai visi hidup yang diingini.

Itulah hakikatnya sebuah mimpi. Ia tak akan diam untuk saat ini, tapi akan terus menjadi ruh agar kita tetap bergerak sehingga kita bisa menikmati kebahagiaan dan keindahan hidup di masa nanti. Jadi jangan takut untuk bermimpi, karena Tuhan pasti akan memeluk mimpi-mimpimu.

“Man jadda wajada. Barangsiapa bersungguh-sungguh, ia pasti akan mendapatkannya”

Jakarta, 120614/2.23 WIB

Thanks to

*Andrea Hirata yang telah menginspirasi aku dengan quote dahsyat yang terkutip di judul tulisan ini

*Senior yang baik hati yang memberiku inspirasi untuk membuat blog ini.