Halo semua,
Setelah sekian lama blog ini menganggur karena si empunya malas menulis akhirnya kembali dihidupkan dengan sebuah cerita. Cerita yang sebenarnya ingin kutulis nanti-nanti sambil menunggu ‘ending story’ tapi akhirnya kubagi sekarang karena ada beberapa teman yang menanyakan.
Bagaimana aku bisa berjodoh dengan LPDP? Ehm, sebenarnya aku pun tak punya jawaban pasti untuk pertanyaan ini. Awal dulu mencoba sebenarnya dimulai dari niatan yang tidak disengaja. Meskipun dari jaman kuliah dulu aku hobi hunting informasi tentang scholarship, tapi karena satu dan lain hal akhirnya sekolah belum menjadi prioritas. Tapi entah dapat ilham dari mana, tiba-tiba teringat kembali dengan beasiswa LPDP saat Tole beranjak dua tahun.
Kenapa memilih beasiswa LPDP, bukan beasiswa lain? Alasannya sederhana, karena aku ingin melanjutkan studi di Indonesia, tidak kemana-mana. Satu-satunya beasiswa yang bisa memberikan dana pendidikan S2/S3 untuk universitas dalam negeri ya LPDP. Apalagi dengar-dengar, program studi yang kutuju sudah secara resmi bisa didanai oleh beasiswa LPDP. Aku pikir ini saatnya untuk mencoba melamar. Kalau tidak sekarang, mungkin aku akan menyesal karena telah melewatkan sebuah kesempatan. Lagipula Tole sudah makin pintar ini itu dan makin mandiri. Insyaallah sudah lebih mampu dan siap lahir batin untuk ditinggal sekolah lagi.
*** Untuk para scholarship hunter yang sudah berubah status menjadi mamak-mamak, toss dulu. Jangan berhenti bermimpi ya. Sekolah sambil mengasuh anak bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Asal kita mau berjuang menyeimbangkan peran sebagai istri dan ibu di rumah dan sebagai akademisi di sekolah.
Kapan mulai ikut seleksi beasiswa LPDP? Dulu, sebelum tahun 2017, beasiswa LPDP biasanya membuka pendaftaran pada bulan Februari. Tapi entah kenapa, tahun lalu baru dibuka pada bulan April. Karena persiapanku agak mepet, aku merampungkan semua berkas dengan ‘berlari’. Kadang yang ‘kepepet’ karena waktu mepet malah bisa jadi ‘trigger’ buat take action ya. Hahahaha 😀
Apa saja yang harus dipersiapkan untuk mengikuti seleksi beasiswa LPDP? Sebenarnya, untuk persyaratan dan berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar sudah lengkap dijelaskan di buku panduan pendaftaran. Cek saja disini https://beasiswalpdp.kemenkeu.go.id/upload/dokumen/Buku%20Panduan%20Pendaftaran%20Beasiswa.pdf
Berdasarkan pengalamanku tahun lalu, aku fokus pada persiapan ujian TOEFL. Kurang lebih sebulan ngebut belajar, aku mengambil ujian H-3 pekan sebelum pendaftaran ditutup. Beruntung hasilnya ‘memuaskan’. Minta rekomendasi dari dosen PA dan atasan di tempat kerja sebelumnya, kira-kira semingguan langsung jadi. Menyusun esai dan rencana studi yang sudah kucicil dari bulan Februari, berbekal browsing sana sini biar dapat role model tentang esai yang baik dan benar sekaligus ‘memikat’. Salah satu referensi yang banyak membantuku untuk menyusun esai adalah blog milik Kak Budi Waluyo (https://sdsafadg.com/2016/02/24/panduan-menulis-esai-lpdp-sukses-terbesar-dalam-hidupku/)..
Satu yang terlupakan, berkas surat keterangan sehat dan bebas narkoba dari rumah sakit yang sering kutunda karena berbagai alasan. Alasan utama adalah bingung mencari pengasuh pengganti untuk mengurus surat keterangan tersebut di hari kerja. Ndilalahnya, pekan terakhir sebelum pendaftaran ditutup yang kurencanakan untuk mengurus surat keterangan tersebut terlewat begitu saja di rumah sakit karena Tole sakit. Masih terkenang sekali hari itu, Tole baru keluar rumah sakit saat wiken, Senin-nya adalah hari terakhir batas pendaftaran. Hampir saja menyerah tak ingin lanjut, tapi akhirnya kuupayakan juga di Senin paginya ke RSUD Depok.
Lagi-lagi ada drama yang menyertai. Karena antrean yang luar biasa dan aku salah prosedur di poli kejiwaan untuk tes bebas narkoba, hasil pemeriksaan laboratoriumku baru keluar menjelang batas poli tutup pelayanan. Aku cuma bisa pasrah, mencoba membesarkan hati yang mulai ciut melihat jarum jam di ruangan poli kala itu. Syukur alhamdulillah ternyata surat muncul tepat pada pukul 2 kurang 5 dan akhirnya bisa pulang ke rumah dengan hati yang gembira.
Langsung unggah berkas di sebuah warnet di dekat rumah, ternyata server down. Padahal hanya tinggal mengunggah surat keterangan sehat dan bebas narkoba, tapi tetap tidak bisa akses hingga malam menjelang pukul 23:59. Lagi-lagi aku pasrah. Pikirku, Allah Maha Tau yang terbaik. Apapun rencana-Nya, akan berlanjut atau harus berhenti, aku percaya pasti ada hikmah kebaikan di dalamnya. Terus mencoba submit berkas hingga pukul 01.00, akhirnya muncul balasan surel dari LPDP bahwa berkas pendaftaranku sudah diterima. Alhamdulillah, akhirnya bisa tidur lebih tenang.
***Kalau kawan-kawan ingin coba mendaftar beasiswa LPDP atau beasiswa apapun, persiapkan semuanya dengan baik. Buat perencanaan yang matang dengan lebih dini, lebih cermat dan lebih cerdas. Hahahaha. Ojo dadakan lah pokoknya.
Terus, setelah daftar, tahap selanjutnya apa? Perjalanan kisahku bersama LPDP pun berlanjut pada tahap Assessment  Online (AO), tes substansi dengan wawancara, LGD (Leaderless Group Discussion) dan EOTS (Essay On The Spot). Serangkaian tes ini berlangsung pada pertengahan April hingga Juni. Menanti pengumuman kelulusan di bulan Juni sama seperti menanti hujan di musim musim kemarau. Berat, kamu nggak akan kuat. Wkwkwkwkwk 😀
***Tentang detail sesi wawancara, LGD dan EOTS akan aku ceritakan nanti jika ada yang meminta. Begitu pun dengan AO, kalau ada yang penasaran boleh berdiskusi denganku di balik layar. Hehehe
Alhamdulillah episode pertama telah terlewati. Setelah berhasil lolos, kisahku dengan LPDP akan berlanjut pada episode selanjutnya. Apakah itu? Kalau ada yang pernah menghuni Wisma Hijau pasti tau. Hehehe. Bersambung dulu ya. Terima kasih sudah menyimak ceritaku. Semoga bisa memberi sedikit gambaran, terutama buat yang sedang berjuang mempersiapkan perbekalan untuk berburu beasiswa ini.